
Kementerian Komunikasi lalu Informatika (Kominfo) terus memantau serta menapis penyebaran konten negatif pada ruang digital menjauhi Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024. Hal itu sebagai upaya menjaga pilpres berjalan damai.
“Kami tak bekerja sendiri tentunya, tetapi juga melakukan kolaborasi dengan berbagai stakeholder yang tersebut lain terutama bagaimana melibatkan komunitas – komunitas untuk aware untuk peduli kemudian konsen dengan penyebaran hoaks ini,” kata Wamenkominfo Nezar Patria dikutip Kamis (19/10).
Nezar menyampaikan, saat ini Kominfo sudah memiliki infrastruktur monitoring untuk menangani disinformasi, misinformasi kemudian juga juga malinformasi. Selain itu, Kominfo juga bekerja serupa dengan aparat penegak hukum kemudian lembaga terkait dalam melakukan filter terhadap konten negatif.
“Misalnya ujaran kebencian yang tersebut digunakan berpotensi untuk memecah keutuhan lalu mempertajam polarisasi dalam masyarakat,” ujarnya.
Pihaknya tak ingin pilpres 2024 dijadikan sebagai ajang untuk menyebarkan hal-hal negatif yang tersebut dimaksud mengusik keutuhan rakyat lalu bangsa. Kominfo ingin diskusi bisa saja jadi berkembang dengan dinamis.
“Meskipun ada perbedaan pendapat, itu biasa, tapi tiada sampai mengarah pada ujaran kebencian, penyebaran disinformasi serta misinformasi yang digunakan dimaksud memberikan efek negatif buat masyarakat,” ujar Nezar.
Namun demikian, Nezar menegaskan Kominfo tetap mengupayakan kebebasan berpendapat. Menurutnya, bukan ada satu kebijakan yang digunakan membatasi kebebasan berbicara lalu Kominfo bergabung serta menjaga ruang kebebasan berbicara tersebut.
“Kita sudah masuk ke dalam satu alam yang digunakan demokratis lalu kebebasan berbicara adalah salah satu tiang untuk demokrasi. Tapi ruang kebebasan berbicara ini tentu semata diatur oleh beberapa orang regulasi,” ujarnya
“Jangan sampai ruang kebebasan ini digunakan semena-mena untuk menyebarkan ujaran kebencian serta disinformasi yang digunakan menyesatkan penduduk kemudian juga mempertajam polarisasi,” tandasnya.
Dalam kesempatan ini, Wamenkominfo mengapresiasi CSIS juga Google Indonesia yang digunakan digunakan sudah lama melakukan survei opini rakyat terkait pemakaian internet yang dimaksud sehat dalam rangka pilpres 2024.
Menurutnya, hasil survei yang sangat berguna bagi Kementerian Kominfo melakukan tindakan mitigasi untuk menciptakan ruang digital yang dimaksud yang sehat.
“Kita mencatat beberapa hasil survei ini sangat berguna yaitu ada peningkatan pemakaian media sosial juga oleh generasi muda. Kemudian bagaimana konten yang digunakan hal itu beredar di dalam dalam jaringan media sosial itu mampu dilihat dari kecenderungan disinformasi yang digunakan hal itu dihasilkan,” ujarnya.
Minimalkan Banjir Disinformasi
Berkaitan dengan membanjirnya disinformasi mendekati Pemilu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel A. Pangerapan menyatakan arti penting kecepatan dalam menyampaikan informasi dari badan atau lembaga yang mana miliki otoritas.
Menurutnya, Indonesia sanggup berkaca dari pengalaman pandemi Covid-19 pada mana warga mengetahui informasi dari media yang tersebut dimaksud tak kredibel sehingga menimbulkan persoalan dalam tempat masyarakat.
“Fenomena misinformasi muncul sebab informasi atau fakta dari badan otoritas yang yang punya kewenangan, terlambat menginformasikan kepada publik. Kekosongan itulah, orang dari yang digunakan dengarnya 10 persen dikembangkan menjadi 100 persen. Perlu juga kecepatan pada lembaga yang dimaksud dimaksud mempunyai otoritas terhadap isu itu untuk memberikan informasi,” jelasnya.
Menurut Semuel, peran serta para peserta pemilihan umum sangat penting dalam membantu meminimalisir banjir disinformasi. Apalagi, peserta pilpres mempunyai basis pendukung yang tersebut dimaksud setiap hari selalu dibanjiri beragam informasi.
“Harus ada integritas dari para persertanya sebab kalau tidak, pengikutnya akan lebih lanjut tinggi kacau. Untuk itu juga perlu yang mana namanya channel-channel resmi dari pada para peserta sebagai rujukan. Kalau ada persoalan, check and re-check-nya di area dalam situ,” tandasnya.
Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menilai hasil survei dari CSIS serta Google Indonesia dapat menjadi referensi penetapan program ataupun mengkaji ulang program yang digunakan dimaksud sudah ada di area area Kementerian Kominfo.
“Saya sangat berterimakasih dengan hasil kajian ini. Mungkin kita mampu berkolaborasi tambahan besar dalam lagi. Karena banyak sekali program terutama dalam pencegahan hoaks. Kita punya program literasi digital, jangan – jangan fokus literasi digital kita yang mana mana perlu diperbaiki atau ada program lain yang digunakan perlu diperbaiki,” jelasnya.
You may also like
Pos-pos Terbaru
- Halo AI – Solusi AI Sales UMKM dan Chatbot Customer Service No 1 untuk Bisnis Anda
- Wallboard PVC: Solusi Modern untuk Interior Rumah Bersama Klik Material
- Resik-V Hadirkan Gerakan #HealthVRelationship untuk Perempuan
- Dari Katun Jepang sampai Silk, Mana Bahan Mukena Premium Paling Nyaman?
- Gorden Jendela Berkualitas dari Palace Decor: Lengkapi Hunian Anda dengan Sentuhan Elegan
Tinggalkan Balasan